28 mei 2011
...dan setelah kelar siaran, lagu Alicia Keys berulang ulang kuputar,diselingi dengan lagu Dewi Sandra-Kapan Lagi Kau bilang I Love You, lalu Neyo-So Sick....
Gosh.. Why it stills hurt? Still pain inside? Katanya time will heal. Tapi sampai berapa lama waktu akan menyembuhkan, dan berasa "plain"???
Sabtu, 28 Mei 2011
Rabu, 25 Mei 2011
Nilai Diri
Pada suatu ketika, di sebuah taman kecil ada seorang kakek. Di dekat kaket tersebut terdapat beberapa anak yang sedang asyik bermain pasir, membentuk lingkaran. Kakek itu lalu menghampiri mereka, dan berkata:
“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 100.000!!”
Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap.
Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”
Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat.
Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?”
Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.
“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu.
Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”
Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan.
--**--
Cerita diatas sangatlah sederhana. Namun ada pelajaran yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 100.000
Seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga sering mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.
Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata ALLAH. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf. Kita tetap tak ternilai di mata ALLAH.
Nilai diri, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai, tingkah laku. Seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.
Akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.
Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.
“Siapa diantara kalian yang mau uang Rp. 100.000!!”
Semua anak itu terhenti bermain dan serempak mengacungkan tangan sambil memasang muka manis penuh senyum dan harap.
Kakek lalu berkata, “Kakek akan memberikan uang ini, setelah kalian semua melihat ini dulu.”
Kakek tersebut lalu meremas-remas uang itu hingga lusuh. Di remasnya terus hingga beberapa saat.
Ia lalu kembali bertanya “Siapa yang masih mau dengan uang ini lusuh ini?”
Anak-anak itu tetap bersemangat mengacungkan tangan.
“Tapi,, kalau kakek injak bagaimana? “. Lalu, kakek itu menjatuhkan uang itu ke pasir dan menginjaknya dengan sepatu. Di pijak dan di tekannya dengan keras uang itu hingga kotor. Beberapa saat, Ia lalu mengambil kembali uang itu.
Dan kakek kembali bertanya: “Siapa yang masih mau uang ini?”
Tetap saja. Anak-anak itu mengacungkan jari mereka. Bahkan hingga mengundang perhatian setiap orang. Kini hampir semua yang ada di taman itu mengacungkan tangan.
--**--
Cerita diatas sangatlah sederhana. Namun ada pelajaran yang sangat berharga dari cerita itu. Apapun yang dilakukan oleh si Kakek, semua anak akan tetap menginginkan uang itu, Kenapa? karena tindakan kakek itu tak akan mengurangi nilai dari uang yang di hadiahkan. Uang itu tetap berharga Rp. 100.000
Seringkali, dalam hidup ini, kita merasa lusuh, kotor, tertekan, tidak berarti, terinjak, tak kuasa atas apa yang terjadi pada sekeliling kita, atas segala keputusan yang telah kita ambil, kita merasa rapuh. Kita juga sering mengeluh atas semua ujian yang di berikan-Nya. Kita seringkali merasa tak berguna, tak berharga di mata orang lain. Kita merasa di sepelekan, di acuhkan dan tak dipedulikan oleh keluarga, teman, bahkan oleh lingkungan kita.
Namun, percayalah, apapun yang terjadi, atau *bakal terjadi*, kita tak akan pernah kehilangan nilai kita di mata ALLAH. Bagi-Nya, lusuh, kotor, tertekan, ternoda, selalu ada saat untuk ampunan dan maaf. Kita tetap tak ternilai di mata ALLAH.
Nilai diri, tidak timbul dari apa yang kita sandang, atau dari apa yang kita dapat. Nilai diri kita, akan dinilai dari akhlak dan perangai, tingkah laku. Seberapapun kita diinjak oleh ketidak adilan, kita akan tetap diperebutkan, kalau kita tetap konsisten menjaga sikap kita.
Akhlak ialah bunga kehidupan kita. Merupakan seberapa bernilainya manusia. Dengan akhlak, rasa sayang dan senang akan selalu mengikuti kita, dan merupakan modal hidup.
Orang yang tidak mempunyai akhlak, meskipun ia berharta, tidak ada nilainya. Meskipun dia cantik, tapi jika sikapnya buruk dan tiada berakhlak, maka kecantikannya tiada berguna baginya. Begitu pula dengan orang yang berpangkat tinggi, tanpa akhlak, dia menjadi orang yang dibenci.
Layang-layang dan Pesawat
Sebagaimana halnya anak-anak pada masanya, aku pun suka bermain layang-layang bersama teman-temanku sewaktu kecil. Berlari-lari di lapangan yang luas membentang..ah…begitu indahnya masa itu. Sesekali layang-layangku hampir tersangkut oleh pohon-pohon yang menjulang tinggi. Aku memang tidak begitu pandai menerbangkan layang-layang, maklum frekuensi bermainku tidaklah sebanyak temen-temen seusiaku pada waktu itu. Tapi, ada satu pemahaman yang menarik ‘setinggi apapun layang-layang terbang, ia tetap perlu dikendalikan oleh kekuatan lain yang ada di bawah’ ya pengendali layang-layang itu.
Hmm...satu lagi kebiasaan yang boleh dikatakan kampungan…. Jika ada pesawat yang kebetulan terbang walaupun sangat tinggi, spontan kami akan berlarian mengejarnya, sambil berteriak-teriak “pesawat-pesawat minta duitnya”. Tentunya dengan bahasa daerah kami lah, rasanya tidak perlu disebutkan. Sampai suatu saat aku berpikir, ‘sekencang apapun kita berlari mengejar, itu hanyalah sia-sia belaka, pesawat itu tidak akan memberikan apa yang kita inginkan’. Tapi, memang berbeda dengan layang-layang, ‘pesawat mampu terbang tinggi, tapi ia tidak dikendalikan oleh kekuatan di bawah, ia mengendalikan dirinya dari atas oleh seorang pilot tentunya’.
Ada hal yang menarik buatku.
pertama; ’sekencang apapun kita berlari, kita tak akan sanggup menjangkau pesawat, apalagi mengharap keuntungan darinya’. Kata si Mbah, untuk menggapai cita-cita yang tinggi tidak hanya diperlukan kerja keras, tetapi diperlukan juga langkah-langkah cerdas, ketekunan, kedisiplinan, semangat, kemampuan untuk belajar, bekerja sama, bahkan seni bersaing layaknya memperebutkan layang-layang. Maka, pesan bijak si Mbah, jangan engkau seperti mereka bila ingin menggapai pesawat, berlari-lari atau hal sia-sia apapun, tapi belajarlah, siapkan harimu esok, engkau akan terbang tinggi bersama pesawatmu.
Kedua, ‘setinggi apapun layang-layang ia tetap dikendalikan dari bawah, lain halnya pesawat meski tinggi ia mampu mengendalikan dirinya, karena semestinya begitu’. Lagi-lagi pesan si Mbah, semestinya orang-orang ‘tinggi’, orang-orang yang berjiwa mulia itu tidaklah dikendalikan oleh kepentingan-kepentingan yang sifatnya rendah, ia mampu terbang tinggi menjulang dengan pengendalian diri dan kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk terus membawa manfaat bagi setiap orang. Ya, layaknya pesawat membawa penumpangnya sampai ke suatu tujuan. Maka, berlatihlah menjadi orang mulia, tidak harus tinggi, atau jika engkau mesti mendudukinya, maka berlatihlah mengendalikan diri, belajarlah hikmah kebijaksanaan, hingga suau saat nanti orang menyoroti, memperhatikanmu, itu karena kebesaran jiwa dan kebijaksanaanmu…
bisakah engkau seperti itu?
Jumat, 20 Mei 2011
Mengasah Kapak
Di suatu waktu adalah seorang pemotong kayu yang sangat kuat. Dia melamar sebuah pekerjaan ke seorang pedagang kayu dan dia mendapatkannya. Gaji dan kondisi kerja yang diterimanya sangat bagus.Karenanya, sang pemotong kayu memutuskan untuk bekerja sebaik mungkin.
Sang majikan memberinya sebuah kapak dan menunjukkan area kerjanya.
Hari pertama
Sang pemotong kayu berhasil merobohkan 18 batang pohon.
Sang majikan sangat terkesan dan mengatakan, “Selamat & kerjakanlah seperti itu!”
Hari kedua
Ia sangat termotivasi oleh pujian majikannya dan bekerja lebih giat lagi.
Sang pemotong kayu hanya berhasil merobohkan 15 batang pohon.
Hari ketiga
Ia bekerja lebih keras lagi
Tetapi hanya berhasil merobohkan 10 batang pohon.
Hari-hari berikutnya batang pohon yang berhasil dirobohkannya makin sedkit.
“Aku mungkin telah kehilangan kekuatanku”, pikir pemotong kayu.
Dia menemui majikannya dan meminta maaf sambil mengatakan tidak mengerti.
“Kapan saat terakhir anda mengasah kapak?”, tanya sang majikan.
“Mengasah? Saya tidak punya waktu untuk mengasah kapak. Saya sangat sibuk untuk mengapak pohon”, jawab pemotong kayu
Kehidupan kita sama seperti itu. Seringkali, kita sangat sibuk sehingga tidak lagi mempunyai waktu untuk mengasah kapak.
Pada istilah sekarang, setiap orang lebih sibuk dari sebelumnya tetapi lebih tidak berbahagia dari sebelumnya.
Mengapa? Munginkah kita telah lupa bagaimana caranya untuk tetap tajam?
Tidaklah salah dengan aktivitas dan kerja keras tetapi tidaklah seharusnya kita sedemikian sibuknya sehingga mengabaikan hal-hal yang sebenarnya sangat penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi , menyediakan waktu untuk membaca, berekreasi, jalan-jalan, dsb.
Kita semua membutuhkan waktu untuk relaks , untuk berpikir dan merenung, untuk belajar dan bertumbuh. Bila kita tidak mempunyai waktu untuk mengasah kapak, kita akan menjadi tumpul dan kehilangan efektifitas.
(Atas jasa baik Prama. Thanks bro....)
Sang majikan memberinya sebuah kapak dan menunjukkan area kerjanya.
Hari pertama
Sang pemotong kayu berhasil merobohkan 18 batang pohon.
Sang majikan sangat terkesan dan mengatakan, “Selamat & kerjakanlah seperti itu!”
Hari kedua
Ia sangat termotivasi oleh pujian majikannya dan bekerja lebih giat lagi.
Sang pemotong kayu hanya berhasil merobohkan 15 batang pohon.
Hari ketiga
Ia bekerja lebih keras lagi
Tetapi hanya berhasil merobohkan 10 batang pohon.
Hari-hari berikutnya batang pohon yang berhasil dirobohkannya makin sedkit.
“Aku mungkin telah kehilangan kekuatanku”, pikir pemotong kayu.
Dia menemui majikannya dan meminta maaf sambil mengatakan tidak mengerti.
“Kapan saat terakhir anda mengasah kapak?”, tanya sang majikan.
“Mengasah? Saya tidak punya waktu untuk mengasah kapak. Saya sangat sibuk untuk mengapak pohon”, jawab pemotong kayu
Kehidupan kita sama seperti itu. Seringkali, kita sangat sibuk sehingga tidak lagi mempunyai waktu untuk mengasah kapak.
Pada istilah sekarang, setiap orang lebih sibuk dari sebelumnya tetapi lebih tidak berbahagia dari sebelumnya.
Mengapa? Munginkah kita telah lupa bagaimana caranya untuk tetap tajam?
Tidaklah salah dengan aktivitas dan kerja keras tetapi tidaklah seharusnya kita sedemikian sibuknya sehingga mengabaikan hal-hal yang sebenarnya sangat penting dalam hidup, seperti kehidupan pribadi , menyediakan waktu untuk membaca, berekreasi, jalan-jalan, dsb.
Kita semua membutuhkan waktu untuk relaks , untuk berpikir dan merenung, untuk belajar dan bertumbuh. Bila kita tidak mempunyai waktu untuk mengasah kapak, kita akan menjadi tumpul dan kehilangan efektifitas.
(Atas jasa baik Prama. Thanks bro....)
Kamis, 19 Mei 2011
Bosan Hidup
Seorang pria mendatangi Sang Master, "Guru, saya sudah bosan hidup.
Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apa
pun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."
Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit."
"Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan.
Itu sebabnya saya ingin mati."
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, "Kamu
sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi
terhadap kehidupan."
Sang Murshid, sang guru memang benar.
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian,
tanpa
disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita
menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut
mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit.
Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama
kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada
pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu
memang wajar,
lumrah.
Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang
langgeng,
yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita
ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal,
kecewa dan menderita.
"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia
mengikuti petunjukku." demikian sang Master.
"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin
hidup." pria itu menolak tawaran sang guru.
"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"
"Ya, memang saya sudah bosan hidup."
"Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini.
Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam,
dan
jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."
Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi
selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang
satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang
sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun
yang disebut "obat" oleh Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan
sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu
santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari
segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di
restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama
beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan
kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai
banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di
kupingnya,
"Sayang, aku mencintaimu." Karena malam itu adalah malam terakhir, ia
ingin meninggalkan kenangan manis!
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan
angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan
pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masiih
tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir
kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah
pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istri pun
merasa aneh sekali, "Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama
ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang.
Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?"
Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi
lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan
kengangan
manis!
Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi
ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat
yang berbeda.
Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta
menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan
ciuman
kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini
aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan,
"Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku
kami."
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba,
hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri.
Tetapi
bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? Ia
mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru
langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya
air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian,
apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja,
maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu,
keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan
mengalirlah
bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau
akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan.
Itulah jalan menuju ketenangan."
Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu
pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia
masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian.
Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!
Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apa
pun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati."
Sang Master tersenyum, "Oh, kamu sakit."
"Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan.
Itu sebabnya saya ingin mati."
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, "Kamu
sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, 'Alergi Hidup'. Ya, kamu alergi
terhadap kehidupan."
Sang Murshid, sang guru memang benar.
Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian,
tanpa
disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan.
Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita
menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut
mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit.
Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama
kehidupan membuat kita sakit. Yang namanya usaha, pasti ada
pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga,bentrokan-bentrokan kecil itu
memang wajar,
lumrah.
Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang
langgeng,
yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita
ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal,
kecewa dan menderita.
"Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia
mengikuti petunjukku." demikian sang Master.
"Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin
hidup." pria itu menolak tawaran sang guru.
"Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?"
"Ya, memang saya sudah bosan hidup."
"Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini.
Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam,
dan
jam delapan malam kau akan mati dengan tenang."
Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi
selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang
satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang
sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun
yang disebut "obat" oleh Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan
sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu
santai! Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari
segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di
restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama
beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan
kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai
banget! Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di
kupingnya,
"Sayang, aku mencintaimu." Karena malam itu adalah malam terakhir, ia
ingin meninggalkan kenangan manis!
Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan
angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan
pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masiih
tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir
kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah
pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istri pun
merasa aneh sekali, "Sayang, apa yang terjadi hari ini? Selama
ini, mungkin aku salah. Maafkan aku, sayang."
Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang.
Stafnya pun bingung, "Hari ini, Boss kita kok aneh ya?"
Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi
lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan
kengangan
manis!
Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi
ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat
yang berbeda.
Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.
Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta
menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan
ciuman
kepadanya, "Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini
aku selalu merepotkan kamu." Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan,
"Pi, maafkan kami semua. Selama ini, Papi selalu stres karena perilaku
kami."
Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba,
hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri.
Tetapi
bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya? Ia
mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru
langsung mengetahui apa yang telah terjadi, "Buang saja botol itu. Isinya
air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian,
apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja,
maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu,
keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan
mengalirlah
bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau
akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan.
Itulah jalan menuju ketenangan."
Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu
pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia
masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian.
Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!
Rabu, 18 Mei 2011
Anak Semua Bangsa - Kutipan
Orang – orang tua dahulu melalui dongengan mengajarkan akan adanya dewa perkasa bernama Kala – Batara Kala. Katanya dialah yang mendorong semua saja bergerak semakin lama semakin jauh dari titiktolak, tak terlawankan, ke arah yang semua saja tidak bakal tahu. Juga aku, manusia yang buta terhadap hari depan, hanya dapat berharap tahu. Uh, sedang yang sudah dilewati tak semua dapat diketahui.
Orang bilang apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh, sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga – abadi. Di depan sana ufuk itu juga – abadi. Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukkan dan menggenggamnya dalam tangan – jarak dan ufuk abadi itu.
Batara Kala telah menyorong Annelies melalui jarak-jarak, aku sendiri disorongnya melalui jarak-jarak yang lain, makin berjauhan, makin pada tak tahu apa bakal jadinya. Jarak yang semakin luas membentang membikin aku jadi mengerti: dia bukan sekedar boneka rapuh. Barang siapa dapat mencintai begitu mendalam, dia bukan boneka. Mungkin juga dialah satu-satunya wanita yang mencintai aku dengan tulus. Dan makin jauh juga Batara Kala menyorong kami berpisah, makin terasa olehku: sesungguhnya memang aku mencintainya.
Juga cinta, sebagaimana halnya dengan setiap benda dan hal, mempunyai bayang-bayang. Dan bayang-bayang cinta itu bernama derita. Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri….
Baik terang maupun bayang-bayang tak urung semua disorong terus oleh Batara Kala. Tak ada yang bisa balik pada titiktolak. Boleh jadi dewa perkasa ini yang oleh orang Belanda dinamai gigi sang waktu (de tand des tijds). Olehnya yang tajam ditumpulkan, yang tumpul ditajamkan, yang kecil dibesarkan, yang besar dikecilkan. Dan semua disorong ke ufuk yang terus juga bergerak tak tergenggam tangan. Disorong terus menuju kemusnahan. Dan kemusnahan yang menyebabkan kelahiran kembali.
(dikutip dari: Anak Semua Bangsa, Pramoedya Ananta Toer, terbitan 1980)
Orang bilang apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh, sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga – abadi. Di depan sana ufuk itu juga – abadi. Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukkan dan menggenggamnya dalam tangan – jarak dan ufuk abadi itu.
Batara Kala telah menyorong Annelies melalui jarak-jarak, aku sendiri disorongnya melalui jarak-jarak yang lain, makin berjauhan, makin pada tak tahu apa bakal jadinya. Jarak yang semakin luas membentang membikin aku jadi mengerti: dia bukan sekedar boneka rapuh. Barang siapa dapat mencintai begitu mendalam, dia bukan boneka. Mungkin juga dialah satu-satunya wanita yang mencintai aku dengan tulus. Dan makin jauh juga Batara Kala menyorong kami berpisah, makin terasa olehku: sesungguhnya memang aku mencintainya.
Juga cinta, sebagaimana halnya dengan setiap benda dan hal, mempunyai bayang-bayang. Dan bayang-bayang cinta itu bernama derita. Tak ada satu hal pun tanpa bayang-bayang, kecuali terang itu sendiri….
Baik terang maupun bayang-bayang tak urung semua disorong terus oleh Batara Kala. Tak ada yang bisa balik pada titiktolak. Boleh jadi dewa perkasa ini yang oleh orang Belanda dinamai gigi sang waktu (de tand des tijds). Olehnya yang tajam ditumpulkan, yang tumpul ditajamkan, yang kecil dibesarkan, yang besar dikecilkan. Dan semua disorong ke ufuk yang terus juga bergerak tak tergenggam tangan. Disorong terus menuju kemusnahan. Dan kemusnahan yang menyebabkan kelahiran kembali.
(dikutip dari: Anak Semua Bangsa, Pramoedya Ananta Toer, terbitan 1980)
Pembuka
Semua orang pada dasarnya mempunyai jiwa seni, namun cara mengapresiasi dan memunculkannya yang berbeda-beda. Tak peduli tua muda, lelaki perempuan, kaya miskin, kaum terpelajar atau bukan, mereka semua memiliki jiwa itu didalam dirinya.
Seni menyangkut cipta, rasa, dan karsa. Baik dalam pikiran, perkataan, hingga perbuatan. Apa yang tertangkap di rasa, mempunyai daya untuk mencipta, dan diwujudkan dalam karsa.
Berbahagialah mereka yang mampu mengasah kepekaan itu, dan menjadikannya ke dalam sesuatu yang berwujud. Bersyukurlah mereka yang dalam kegelisahan jiwa, dapat menuangkannya ke dalam satu karya, dan sehingga mampu “merasakan” sebuah kata, “melihat” suara.
Aku tak tahu betul adakah awal catatan ini cukup tepat atau tidak. Setidak-tidaknya semua harus diawali. Dan inilah awal catatanku.
Seni menyangkut cipta, rasa, dan karsa. Baik dalam pikiran, perkataan, hingga perbuatan. Apa yang tertangkap di rasa, mempunyai daya untuk mencipta, dan diwujudkan dalam karsa.
Berbahagialah mereka yang mampu mengasah kepekaan itu, dan menjadikannya ke dalam sesuatu yang berwujud. Bersyukurlah mereka yang dalam kegelisahan jiwa, dapat menuangkannya ke dalam satu karya, dan sehingga mampu “merasakan” sebuah kata, “melihat” suara.
Aku tak tahu betul adakah awal catatan ini cukup tepat atau tidak. Setidak-tidaknya semua harus diawali. Dan inilah awal catatanku.
Sabtu, 07 Mei 2011
Moonlighting on Waisak Day
7 Mei 2011.
Malam ini kembali bulan purnama. Bella luna, so beautiful moon. Lebih syahdu nya lagi, purnama kali ini bertepatan dengan hari raya waisak..
Adakah kamu melihat bulan malam ini? sebulan yg lalu kamu ngeliat, apakah skrng kamu ngeliat juga?? IMU mom..so desperately.... :(
Langganan:
Postingan (Atom)